Beranda | Artikel
Keagungan Ilmu
Minggu, 14 Februari 2010

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka akan dipahamkan dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Umat manusia jauh lebih banyak membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Sebab makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali saja. Adapun ilmu, ia dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Yang dimaksud ilmu adalah yang di dalamnya terkandung ucapan Qaala -yaitu Allah berfirman- dan haddatsana -yaitu Nabi bersabda-.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ilmu adalah mengenal petunjuk dengan landasan dalilnya.”

Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan.”

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ilmu bukanlah semata-mata dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi ilmu itu adalah rasa takut -kepada Allah-.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Semua pujian yang disebutkan di dalam al-Qur’an maka itu semua adalah buah daripada ilmu. Demikian juga, semua celaan yang disebutkan di dalamnya itu semua merupakan buah dari kebodohan.”

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu akan terus dianggap sebagai orang yang jahil/bodoh selama belum mengamalkan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkannya maka barulah dia benar-benar menjadi orang yang alim/berilmu.”

ad-Daruquthni rahimahullah berkata, “Pada awalnya kami dahulu menuntut ilmu tidak murni karena Allah. Akan tetapi ilmu itu enggan kecuali memaksa -kami- untuk ikhlas karena Allah.”

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah darimana kalian mengambil agama kalian.”

adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Adapun pada hari ini -di masa beliau-, tidaklah tersisa ilmu yang sedikit -diketahui manusia- itu kecuali sedikit sekali, yang ada pada segelintir orang saja. Sedangkan di antara segelintir orang itu betapa sedikit yang mengamalkan ilmu yang sedikit itu. Maka cukuplah bagi kita Allah sebagai tempat bergantung dan Dialah sebaik-baik penolong.”

ad-Darimi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu tidak bisa diperoleh semata-mata dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi ia adalah cahaya yang diberikan oleh Allah ke dalam hati. Adapun syaratnya adalah komitmen untuk mengikuti -Sunnah-, meninggalkan hawa nafsu dan tidak mereka-reka ajaran baru/bid’ah.”

Sebagian salaf berkata, “Apabila berlalu suatu hari sementara aku tidak mendapatkan tambahan ilmu, maka itu artinya aku tidak mendapatkan berkah pada hari itu.”

Sulaiman at-Taimi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya mata apabila dibiasakan untuk tidur maka ia akan terbiasa melakukannya. Dan apabila ia dibiasakan untuk begadang, maka ia juga akan terbiasa.”

Suatu ketika Imam Ahmad ditanya apakah boleh seseorang meletakkan kitab-kitab di bawah kepalanya. Maka beliau berkata, “Kitab apa maksudnya?”. Dijawab, “Kitab hadits.” Maka beliau berkata, “Apabila dia khawatir kitabnya itu dicuri maka tidak mengapa. Akan tetapi jika dijadikan sebagai bantal, maka tidak.”

Referensi:

Sebagian besar nukilan ini diambil dari kitab Ma’alim fi Thariq Thalabil Ilmi karya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah as-Sad-han


Artikel asli: http://abumushlih.com/keagungan-ilmu.html/